Fokus utama pada pendidikan karakter hari ini
Fokus utama pada pendidikan karakter hari ini
Kualitas pembelajaran diperhatikan lebih banyak daripada pendidikan karakter. Pemangku kepentingan sangat memperhatikan pendidikan karakter, menurut studi RISE Indonesia yang dilakukan pada tahun 2018. Isu degradasi moral siswa menjadi pusat diskusi intelektual dan wacana publik tentang pendidikan. Ini lebih heboh daripada berbicara tentang hasil belajar siswa yang buruk.
Banyak pengelola sekolah yang mendorong pendidikan karakter dengan penekanan kuat pada moralitas, nasionalisme, dan religiusitas karena keprihatinan terhadap perilaku negatif remaja, seperti tawuran dan bullying, penggunaan narkoba, dan kurangnya wawasan kebangsaan.
Pedoman pelaksanaan pendidikan karakter, misalnya, mengatur aktivitas religius sebelum kegiatan kelas dimulai, menunjukkan indikasinya. Untuk membantu guru dan orang tua menilai karakter anak, Kabupaten Purwakarta mengeluarkan Buku Kontrol Siswa yang merekomendasikan berdoa setiap pagi dan membaca kitab suci. Bali juga memiliki kecenderungan untuk melakukan upaya untuk meningkatkan pendidikan karakter.
Fokus pemangku kepentingan pada aspek moralitas, religiusitas, dan nasionalisme dalam pendidikan karakter dapat mengalihkan perhatian dari krisis kualitas pendidikan. Namun, filosofi dasar kebijakan pendidikan karakter menolak untuk membedakan antara aspek akademik dan aspek karakter.
Tidak ada perbedaan antara pengembangan intelektual dan pengembangan karakter, menurut Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter dan Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter yang diterbitkan oleh Kemendikbud.
Khawatir bahwa penekanan yang terlalu kuat pada pendidikan karakter dapat menghambat upaya dan dana pemerintah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Sayangnya, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian RISE 2018, tugas dan wewenang telah didistribusikan dari negara ke birokrat pemerintah pusat, kemudian ke pemerintah daerah, dan akhirnya ke guru dan kepala sekolah untuk menyelaraskan pengajaran akademis dan pendidikan karakter. Akibatnya, pemangku kepentingan lebih cenderung menafsirkan fungsi pendidikan karakter dengan menekankan aspek moralitas.
Kata “karakter” memiliki banyak arti, dan dalam bahasa agama, artinya dekat dengan akhlak. Pemangku kepentingan sering kunjungi meletakkan pendidikan karakter di luar kelas. Padahal, pada prinsipnya, pendidikan karakter dapat membantu siswa belajar lebih baik dengan membangun sifat-sifat seperti kerja keras, disiplin, jujur, rasa ingin tahu yang kuat, hobi membaca, peduli terhadap lingkungan, peduli terhadap orang lain, menghargai prestasi, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, dan rasa bertanggung jawab.
Bagaimana cara mengoptimalkan pembelajaran?
Kemendikbud mengeluarkan slogan “Menumbuhkan Generasi Cerdas dan Berkarakter” untuk menekankan betapa pentingnya elemen intelektual dan karakter dalam proses pembelajaran.
Menurut Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter untuk SD dan SMP, menanamkan berbagai karakter positif sama pentingnya dengan menumbuhkan kecerdasan anak.
Birokrat pendidikan tampaknya berusaha menyeimbangkan kedua hal itu dari sudut pandang konsep. Namun, masih ada keraguan tentang cara yang tepat untuk diterapkan di tingkat sekolah. Untuk menghasilkan kebijakan yang menyeimbangkan pengajaran akademis dengan penguatan karakter, peneliti, akademisi, dan praktisi pendidikan harus berbagi informasi dan pengalaman.