Kekerasan Geng Kriminal Bersenjata di Haiti Memburuk, AS Evakuasi Staf Non Esensial
Amerika Serikat (AS) menyatakan pihaknya udah menerbangkan staf kedutaan non-esensial berasal dari Haiti saat negara itu jadi terjerumus ke dalam kekerasan geng kriminal bersenjata. AS terhitung meningkatkan keamanan di misi mereka di ibu kota, Port-au-Prince.
Langkah selanjutnya diambil menyusul serangan yang dilakukan geng-geng kriminal bersenjata ke bandara, kantor polisi, dan penjara. Mereka mendorong pemecatan Perdana Menteri (PM) Haiti Ariel Henry.
Status darurat sepanjang tiga hari pun udah diperpanjang satu bulan. Demikian layaknya dilansir BBC, Senin (11/3/2024).
Meningkatnya kekerasan geng di lingkungan dekat kompleks Kedutaan AS dan dekat bandara membawa dampak ketentuan Kementerian Luar Negeri AS menyesuaikan pemberangkatan personel tambahan kedutaan,” tulis Kedutaan AS di sarana sosial.
Meski demikian, Kedubes AS akan selalu beroperasi.
Operasi evakuasi staf Kedubes AS terhadap Minggu (10/3) menjelang fajar diduga dilakukan bersama helikopter, lapor kantor berita AFP, mengutip warga lebih kurang yang mengaku mendengar suara baling-baling pesawat.
Kementerian Luar Negeri Jerman mengungkap kepada AFP bahwa terhadap hari yang sama, duta besar Jerman untuk Haiti bersama bersama perwakilan Uni Eropa lainnya terhitung dievakuasi ke Republik Dominika.
PM Henry Masih Bungkam
Pengelola pelabuhan utama Haiti udah menyatakan spaceman pragmatic play pihaknya menghentikan operasi terhadap Kamis (7/3) gara-gara sabotase dan vandalisme.
Geng-geng di kota yang dilanda kekerasan selanjutnya meningkatkan serangan mereka dikala PM Henry melawat untuk menghadiri KTT regional pekan lantas dan dikala dia mengusahakan kembali ke Port-au-Prince terhadap Selasa (5/3), pesawat yang membawanya jadi mendarat di Puerto Riko.
Dia tidak dapat mendarat di ibu kota Haiti gara-gara bandara internasionalnya ditutup dikala militer menggagalkan usaha orang-orang bersenjata untuk merebutnya.
Otoritas penerbangan sipil di Republik Dominika dilaporkan menolak pesawat yang mengangkut PM Henry, bersama menyatakan mereka tidak diberikan rencana penerbangan yang diperlukan.
PM Henry belum menambahkan pernyataan publik apa pun sejak dia mengunjungi Kenya, di mana dia berjumpa bersama Presiden William Ruto untuk mengamankan kesepakatan pengiriman pasukan multinasional yang dipimpin Kenya kegunaan membantu memulihkan ketertiban di Haiti.
Kedua pemimpin menandatangani perjanjian timbal balik yang terhubung jalan bagi pengiriman 2.000 petugas polisi Kenya ke Haiti, tetapi seorang politikus oposisi Kenya menyatakan dia akan menentang perjanjian selanjutnya di pengadilan.
Ancaman Perang Saudara
Pada Sabtu (9/3), Kementerian Luar Negeri AS menyatakan Menteri Luar Negeri Antony Blinken berkata bersama presiden Kenya tentang krisis Haiti dan keduanya menggarisbawahi prinsip mereka terhadap misi keamanan multinasional untuk memulihkan ketertiban.
Geng-geng kriminal bersenjata di Port-au-Prince manfaatkan ketidakhadiran PM Henry untuk melancarkan serangkaian serangan terkoordinasi. Salah satu target mereka adalah bandara – yang dambakan mereka kendalikan untuk menghindar Henry kembali – dan dua penjara, di mana mereka melepaskan ribuan narapidana.
Setidaknya enam petugas polisi tewas saat Akademi Kepolisian Nasional dihancurkan. Mayat lebih dari satu tahanan terhitung dibiarkan tergeletak di jalanan sesudah penyerbuan lembaga pemasyarakatan nasional.
Kekerasan membawa dampak krisis kemanusiaan di Haiti jadi memburuk. Geng-geng kriminal bersenjata selanjutnya belum menyatakan apa target mereka tak sekedar memecat Henry.
Jimmy “Barbecue” Cherizier, mantan petugas polisi yang memimpin aliansi geng bernama G9, mengancam kecuali Henry tidak mundur akan berlangsung “perang saudara” yang menurutnya dapat berakhir bersama genosida.
“Kerusuhan udah membawa dampak 362.000 warga Haiti menjadi pengungsi – lebih berasal dari setengahnya adalah anak-anak,” sebut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Kepala IOM di Haiti Philippe Branchat menyatakan warga Haiti tidak dapat meniti kehidupan yang layak.
“Mereka hidup dalam ketakutan dan setiap hari, setiap jam keadaan ini terus berlanjut, traumanya jadi parah. Masyarakat yang tinggal di ibu kota terkurung, mereka tidak memiliki daerah tujuan,” tutur Branchat.
“Ibu kotanya dikelilingi oleh group bersenjata dan bahaya. Ini adalah kota yang dikepung.”